POSKOTA.CO – Sejak pemberlakuan alokasi anggaran dari pemerintah pusat untuk Dana Otonomi Khusus (Otsus) Papua sekitar 19 tahun lalu dan akan berakhir tahun 2021 mendatang beluam ada evaluasi dalam pelaksanaan di lapangan sehingga perlu adanya kejelasan karena masih banyak masyarakat Papua yang belum merasakan.
“Dana Otsus yang digulirkan 19 tahun lalu dari pemerintah pusat untuk Papua sebagian besar masyarakat Papua belum merasakan karena dana itu masuk ke Pemda dan tergantung pemimpin di wilayah baik Gubernur, Bupati maupun Wali Kota mau dipergunakan untuk apa sedangkan masyarakat sama sekali belum merasakan,” kata Sekretaris FKUB Jayawijaya Pdt. Desmon Walilo, Minggu (20/9).
Pernyataan terkait Otsus Papua yang belum dirasakan masyarakat Papua berkiatan dengan diskusi Moya Discussion Group WAG Unity in Diversity (UID) dengan tema Dana Otsus Untuk Membangun Papua di Jakarta yang dihadiri Ketua FKUB Jayawijaya Pdt. Alexsander Mauri, Pemerhati Politik LHKI-PP Muhammadiyah Heri Sucipto dan Pemerhati Papua dan Politik Global Prof. Dubes Imron Cotan.
Penguliran dana dari pemerintah pusat selama ini belum ada evaluasi terserap atau tidak karena masyarakat Papua sampai saat ini masih menderita. Pada hal jika ingin dilihat lebih jauh dana Otsus dari pemerintah pusat berdampak positif bagi masyarakat papua apalagi ingin diperpanjang bantuan tersebut.
“Kami minta maaf Pemerintah sebenarnya nihil. Terimakasih Pemerintah Pusat beri atensi dalam pemberdayakan. Kalau kita lihat bagaimana tekanan dari bangsa lain agar mau merdeka,” ujarnya yang berharap perlu ada evaluasi secara menyeluruh dan duduk bersama dengan melibatkan seluruh tokoh masyarakat Papua yang ada sehingga rasa keadilan dapat tercipta di Papua.
Evaluasi dana Otsus perlu dilakukan setiap tahun agar tidak dipergunakan oknum seenaknya, imbuh dia, yang menambahkan sebetulnya pemerintah pusat di Jakarta sudah betul memberikan bantuan dana Otsus namun oknum di Papua yang tidak jelas atau kerap menyalahgunakan kedudukannya. “Bayangkan saja kalau daerah lain pejabat itu pergi ke luar negeri setahun sekali tapi kalau oknum di Papua bisa enam kali dalam setahun ke luar negeri,” ujarnya kecewa.
Menurut dia, jika pergi untuk studi banding demi kepentingan masyarakat Papua tentunya tidak masalah tapi kebanyakan dipergunakan untuk menyenangkan keluarga dan kerabat. “Ini yang harus dievaluasi. Semua ini untuk kemajuan masyarakat Papua,” tambahnya. (anton)
Komentar